Benang Kusut Dalam Pakaian Bekas Impor

Benang Kusut Dalam Pakaian Bekas Impor

Kebutuhan primer menjadi salah satu kebutuhan pokok yang harus dipenuhi setiap manusia. Kebutuhan tersebut antara lain seperti tempat tinggal, makanan dan pakaian. Berbicara tentang pakaian seringkali stok kebutuhan pakaian yang kita butuhkan tidak berasal dari dalam negeri, tetapi juga berasal dari luar negeri. Akibat dari perkembangan zaman, kebutuhan pakaian pun berangsur-angsur mengalami pertambahan secara fungsinya, yang awalnya untuk melindungi diri dan menutup tubuh dari manusia itu sendiri seperti cuaca, berkembang menjadi suatu prestige, biar terlihat lebih menarik dan percaya diri. Bahkan diperlombakan dalam ajang kontes fashion internasional.

Di negara kita pakaian yang diproduksi walaupun ada, jumlahnya tidak memadai, kadang tidak cukup memenuhi keinginan masyarakat, selain merek terkenal, mode juga merupakan salah satu alasan terjadinya kekurangan pakaian di negara kita, atau karena adanya faktor-faktor tertentu yang membuat suatu negara melakukan kegiatan impor seperti pakaian yang diproduksi di luar negeri dan dikirim ke Indonesia disebabkan hubungan kerjasama antar negara, sehingga terjadi impor barang. Pakaian bekas impor kini memang sudah menjadi bisnis, padahal tujuan awalnya sebuah niat baik sumbangan dan penggalangan dana dari masyarakat di negara-negara maju yang menyisihkan pakaian yang sudah tak terpakai. Niat baik itu justru berakhir di kantong-kantong pasar pakaian bekas di penjuru dunia. Untuk mengendalikan masuknya barang-barang tersebut ke Indonesia, pemerintah memberikan batasan-batasan terhadap pakaian yang akan diimpor.

Kondisi inilah yang membuat perdagangan internasional mengalami pengawasan keinginan pelaku usaha untuk memperluas peredaran barang dan semakin ketatnya persaingan usaha, mendorong pelaku usaha memilih jalan pintas untuk memperoleh keuntungan dengan cara yang curang. Salah satunya memasukkan pakaian bekas ke wilayah Indonesia dengan jalan diselundupkan.

Dalam peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 48/M-DAG/PER/2015 Tentang Ketentuan Umum di Bidang Impor dan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 51/M-DAG/PER/7/2015 Tentang Larangan Impor Pakaian Bekas. Dijelaskan bahwa setiap importir wajib mengimpor barang dalam keadaan baru. Barang impor sendiri dijelaskan dalam Undang-Undang Kepabeanan Nomor 17 tahun 2006 yaitu barang yang masuk ke dalam daerah pabean diperlakukan sebagai barang impor dan terutang bea masuk, pernyataan ini menerangkan arti impor secara yuridis.

Berdasarkan ketentuan di atas pemerintah melarang impor pakaian bekas dengan alasan melindungi kepentingan umum, keamanan, keselamatan, Kesehatan, dan lingkungan. Ketika pakaian bekas masuk ke Wilayah Indonesia, harganya pasti sangat murah yang mengakibatkan produk-produk dalam negeri kalah bersaing dan bahkan mematikan industri garmen dengan dampak mengakibatkan terganggunya sendi-sendi perekonomian negara. 

Sementara mantan Direktur Jenderal Bea Cukai Kemenkeu, Heru Pambudi pernah mengatakan, tugas Bea Cukai adalah melindungi industri dalam negeri dan konsumen. Dengan kebijakan Kementerian keuangan dan Kementerian Perdagangan, dia berharap, tidak menggerus pangsa pasar dari industri legal.

Ada beberapa aturan berbeda dalam pengenaan pakaian bekas impor, contohnya dari Kementerian Keuangan dan Kementerian Perdagangan menimbulkan tanda tanya besar, yang mana aturan dari Kementerian Perdagangan memicu kekhawatiran Bea Cukai bertindak sebagai pengawas barang impor di lapangan. Hal-hal yang membuat kekhawatiran tersebut antara lain:

  1. Kenaikan tarif bea masuk terhadap pakaian bekas impor, dengan adanya kenaikan tarif bea masuk, masyarakat menginterprestasikan bahwa “impor pakaian bekas diperbolehkan, apabila tarif bea masuk dipenuhi”;
  2. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 sebagaimana telah diamandemen dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah, ada beberapa Kepala Daerah memberikan izin masuknya pakaian bekas impor dan izin penjualan di wilayahnya, sehingga sebagian masyarakat berasumsi bahwa pakaian bekas ini diperbolehkan masuk dan dapat dijual bebas, membuat aturan semakin tumpul;
  3. Frasa “Larangan Impor Pakaian Bekas” dalam peraturan Kementerian Perdagangan menjadi tidak memaksa karena tidak ada sanksi yang tegas kepada pelanggarnya, dampaknya  masih banyak pakaian bekas impor dijual bebas dan masuk di pelabuhan-pelabuhan, bahkan dijual secara online.

Ketentuan perundang-undangan yang tidak jelas dan bias tersebut dapat menimbulkan ketidakpastian hukum, sehingga apabila dalam importasi pakaian bekas, yang seharusnya dilarang tetapi masih ada aturan yang menimbulkan “grey area” maka hal tersebut menjadi celah, dapat digunakan sebagai peluang untuk melakukan pelanggaran dan kejahatan. Dari persoalan-persoalan  tersebut benang kusut pakaian bekas impor dari tahun ketahun tidak pernah selesai.

Artikel Terkait: