Kobarkan Terus Semangat Perjuangan!: Dari Tanam Paksa, Lalu Kerja Paksa, Kini Ekspor Paksa

Kobarkan Terus Semangat Perjuangan!: Dari Tanam Paksa, Lalu Kerja Paksa, Kini Ekspor Paksa

Pada 13 Maret 2019 Uni Eropa (UE) mengeluarkan aturan yang mendiskriminasi kelapa sawit dari tanaman penghasil minyak nabati lainnya (kedelai, kanola, bunga matahari, kacang tanah, kelapa, kapas) dalam memenuhi persyaratan untuk diterima masuk pasar Eropa. UE menganggap bahwa biofuel yang terbuat dari minyak sawit bukanlah sumber energi yang berkelanjutan dalam peraturan energi terbarukan UE.

Parlemen UE mengeluarkan kebijakan diskriminatif itu dengan alasan industri sawit menciptakan deforestasi, degradasi habitat satwa, korupsi, mempekerjakan anak, dan pelanggaran hak asasi manusia (HAM). Ternyata lagunya Exist berjudul “Mencari Alasan” populer juga di Eropa..hadeuhh…..

Menurut pejabat Kemenlu RI, Windratmo Suwarno (2019), terdapat dugaan motif politik atas diskriminasi minyak kelapa sawit asal Republik Indonesia (RI). Mengapa minyak nabati yang dihasilkan oleh negara-negara Eropa tidak dipersoalkan deforestasinya. Padahal produktivitas minyak nabati Eropa, membutuhkan lahan jauh lebih luas daripada lahan kelapa sawit, untuk volume hasil produksi yang sama. Alasan berupa degradasi habitat satwa, korupsi, pekerja anak, dan isu HAM adalah “akal-akalan” pelaku bisnis minyak nabati Eropa yang terancam gulung tikar jika produk sawit masuk kesana.

Republik Indonesia melawan. Dari sisi diplomasi internasional, RI menggugat UE ke majelis World Trade Organization (WTO) dengan tuduhan diskriminasi dalam perdagangan bebas. Saat ini RI tengah menunggu putusan final WTO atas kasus minyak kelapa sawit. RI juga telah menyiapkan skenario menang-kalah. RI bahkan mengantisipasi banding jika UE kalah. Putusannya baru akan diumumkan awal 2023.

Pemerintah juga bertekad mengolah lebih banyak minyak sawit untuk domestik, jadi campuran biodiesel program B20 dan B30. Komoditas lain seperti nikel, bauksit, timah, batu bara, dan kopra menyusul. Indonesia tidak akan ekspor mentah, tapi dalam bentuk jadi atau setengah jadi.

Industri baja nirkarat UE memerlukan bahan baku yang harus diimpor dari negara lain. Pembatasan ekspor RI atas bahan mentah berupa bijih besi, dan kromium membuat UE kesal. Dikutip dari US News, UE menuduh bahwa pembatasan itu dirancang RI untuk menguntungkan industri peleburan logam dan baja nirkarat di dalam negerinya sendiri.

Pada 2027-2030  Eropa berencana menghapuskan mobil mesin bensin / combustion car. Semua harus memakai electric car yang tenaganya bersumber dari baterai. Produsen UE sangat membutuhkan nickel ore untuk bahan baku pembuatan lithium battery. Ketika RI melarang ekspor nikel, UE pun meradang. Pada 22 November 2019, UE mengajukan gugatan kepada majelis WTO perihal pembatasan RI pada ekspor nikel, bijih besi, dan kromium.

Pada 17 Oktober 2022 putusan WTO atas sengketa tersebut telah keluar. RI kalah. Kebijakan larangan ekspor nikel serta kewajiban pengolahan nikel di dalam negeri, dinilai melanggar ketentuan WTO article XI.1 GATT 1994. Panel WTO juga menolak pembelaan yang diajukan RI terkait keterbatasan jumlah cadangan nikel nasional, dan pelaksanaan tata kelola penambangan berbasis lingkungan. Ini artinya RI tetap wajib mengekspor nikel ke UE “secara paksa”.

Presiden RI bersikap tegas. Indonesia akan banding atas putusan itu. Untuk menjadi negara maju Indonesia harus melahirkan produk bernilai tambah yang tinggi, hasil dari hilirisasi. RI kaya potensi sumber daya alam. Banyak negara yang bergantung pada RI. Maka tak heran jika banyak pemimpin negara gak rela ketika Indonesia melarang ekspor bahan mentah dan sejumlah produk turunannya.

“Yang namanya negara maju itu ingin mempertahankan dirinya tetap menjadi negara maju, itu pasti. Mereka tidak akan rela negara berkembang ada yang maju, menjadi negara maju,” kata Presiden Jokowi dalam acara Kompas100 CEO Forum ke-13 (2/12/2022). Jaman penjajahan Belanda dulu terkenal sistem kerja rodi dan tanam paksa, yang membuat rakyat sengsara. Kemudian jaman penjajahan Jepang ada yang namanya kerja paksa. Sekarang jaman modern ada lagi istilah ekspor paksa. Kita dipaksa ekspor SDA secara mentah. 

 

Perang sengketa ini masih akan berlanjut. UE makin agresif menekan. pada 6 Desember 2022 parlemen UE telah mengesahkan Undang-Undang Komoditas Bebas Deforestasi. Komoditas yang wajib memenuhi syarat UU itu adalah minyak sawit, sapi, kedelai, kopi, kakao, kayu, dan karet. Selain itu UU juga menyasar produk turunannya antara lain daging, furnitur, kertas, kulit, dan coklat. UE tidak mengijinkan produk tersebut masuk pasar UE jika diproduksi di lahan yang ter-deforestasi.

Direktur Sinar Mas Agro Resources and Technology (SMART) Agus Purnomo mengemukakan implementasi UU Komoditas Bebas Deforestasi itu bakal merepotkan pelaku usaha. Kalaupun mau dilawan, kemungkinan bisa mempengaruhi parlemen UE sangat kecil. Boleh dikata UE memang sengaja membebani ekspor RI yang masuk ke Eropa dengan syarat yang berat.

Menurut peneliti Indef, Ari Rakatama (2022), dampak global dari kampanye negatif produk RI di UE tak terlalu signifikan. RI bisa lebih gencar menyasar pasar alternatif seperti China, india, AS, dan Afrika. Indonesia juga harus memperkuat pasar domestik atas produk turunan bahan mentah yang dimilikinya.

Di era modern ini perjuangan bukan lagi mengangkat senjata seperti jaman kolonial dulu. Tetapi dengan cara terus berbuat apapun yang anda bisa, dimanapun anda berada, demi memajukan Indonesia tercinta. Semangat perjuangan tidak boleh padam, harus terus dikobarkan. Ingatlah selalu pesan dari pemilik posisi ke-47 dalam daftar The World’s 100 Most Powerful Women 2022 versi majalah Forbes, Sri Mulyani Indrawati: Jangan Pernah Lelah Mencintai Negeri Ini.

--

Ref: Kompas 05122022-09122022

Artikel Terkait: