Studi Kasus Pemeriksaan fisik barang impor di Bea Cukai Makassar

Studi Kasus Pemeriksaan fisik barang impor di Bea Cukai Makassar

Pendahuluan

Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) merupakan salah satu instansi Vertikal di bawah naungan Kementerian Keuangan yang saat ini yang dipimpin oleh Ibu Sri Mulyani Indrawati, S.E., M.Sc., Ph.d, serta Direktur Jenderal Bea dan Cukai dijabat oleh Pak Askolani. Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean B Makassar adalah salah satu unit vertikal eselon III dibawah Kantor Wilayah DJBC Sulawesi Bagian Selatan yang dipimpin oleh Pak Nugroho Wahyu Widodo, Saat ini KPPBC TMP B Makassar dipimpin oleh Bapak Zaeni Rokhman selaku Pejabat Pelaksana Tugas Kepala Kantor.

Bea Cukai memiliki tugas dalam mengawasi ekspor dan impor barang, serta bertanggung jawab untuk mengontrol aktivitas perdagangan internasional. Dalam perdagangan internasional Bea Cukai memiliki fungsi yang sangat penting. Terdapatnya kegiatan perdagangan internasonal yang menyangkut ekspor dan impor barang ke luar atau masuk ke wilayah pabean Indonesia, yang dilakukan oleh perorangan atau perusahaan dengan mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang dikenakan bea keluar atau bea masuk berpengaruh pada pertumbuhan perekonomian suatu negara.

Pengertian-Pengertian

Menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006, Kepabeanan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan pengawasan atas lalu lintas barang yang masuk atau keluar daerah pabean serta pemungutan bea masuk dan bea keluar. Sedangkan menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007, disebutkan Cukai merupakan pungutan negara yang dikenakan terhadap barang yang memiliki sifat atau karakteristik yang ditetapkan dalam perundang-undangan. Sifat dan karakteristik yang dimaksud dalam Undang-Undang Cukai tersebut meliputi konsumsinya perlu dikendalikan, peredaran yang diawasi keberadaannya, efek negatif dari penggunaan barang tersebut terhadap masyarakat sekitar, dan pemakaian perlu pembebanan pungutan negara.

Menurut Undang-undang Kepabeanan dijelaskan juga bahwa terhadap barang impor dilakukan pemeriksaan pabean. Pemeriksaan pabean meliputi penelitian dokumen dan pemeriksaan fisik barang. Pemeriksaan pabean dilakukan secara selektif sesuai manajemen risiko yang ditetapkan oleh DJBC.

Manajemen risiko atas pemeriksaan pabean merupakan proses investigasi terhadap semua barang impor sesuai kriterianya. Serta penetapan jalur tersebut juga didasari pada profil importir dan komoditasnya. Hasil manajemen risiko tersebut menghasilkan Jalur Hijau dan Jalur Merah.

Jalur Hijau merupakan proses pelayanan dan pengawasan pengeluaran barang impor dengan tidak dilakukan penelitian dokumen dan tidak dilakukan pemeriksaan fisik barang sebelum penerbitan Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB). Sedangkan Jalur Merah adalah proses pelayanan dan pengawasan pengeluaran barang Impor dengan dilakukan penelitian dokumen dan pemeriksaan fisik barang sebelum penerbitan SPPB.

Terhadap barang impor yang perlu dilakukan pemeriksaan fisik. Pemeriksaan fisik dilakukan oleh Pejabat Pemeriksa Fisik yang ditunjuk. Pejabat Pemeriksa Fisik ialah Pejabat Bea dan Cukai yang berwenang untuk melakukan pemeriksaan fisik barang impor dan ditunjuk secara langsung melalui aplikasi pelayanan kepabeanan atau oleh Pejabat Bea dan Cukai yang berwenang. Serta adapun tujuan dari pemeriksaan fisik antara lain untuk memperoleh data barang secara lengkap agar dapat dipergunakan untuk menetapkan klasifikasi dan nilai pabean dengan benar, menemukan adanya barang yang tidak diberitahukan dan adanya barang yang tidak jelas dan/atau tidak benar.

Pemeriksaan fisik dapat dilakukan di lapangan atau di gudang pada;

1. Tempat penimbungan sementara (TPS) atau tempat lain yang diperlakukan sama dengan TPS dengan izin Kepala Kantor Pabean atau pejabat yang ditunjuk;

2. Tempat Penimbunan Pabean (TPP) atau tempat lain yang berfungsi sebagai tempat Penimbunan Pabean (TPP) dengan izin kepala Kantor Pabean; atau

3. Pejabat yang ditunjuk atau Tempat Penimbunan Berikat (TPB).

Idealnya pemeriksaan fisik dilakukan di long room pada tempat penimbungan sementar, namun dalam kondisi tertentu Pemeriksaan Fisik pada TPS tidak dapat dilakukan dan harus dilakukan di Tempat lain yang diperlakukan sama dengan TPS (gudang milik importir). Kondisi tersebut diantaranya Pemeriksaan fisik membutuhkan sarana khusus yang tidak tersedia di TPS.atau Kondisi barang yang tidak memungkinkan diperiksa di TPS.

Untuk dapat dilakukan pemeriksaan fisik di gudang importir, importir/PPJK mengajukan permohonan pemeriksaan fisik di luar kawasan pabean. Permohonan dilakukan melalui aplikasi Sistem pengajuan permohonan online (SiJoni). Apabila lokasi gudang importir baru pertama kali digunakan untuk pemeriksaan fisik maka terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan lokasi oleh unit pengawasan untuk menentukan layak atau tidaknya lokasi tersebut dijadikan tempat pemeriksaan fisik. Apabila lokasi tersebut layak makanya akan diterbitkan surat persetujuan pmeriksaan fisik digudang importir. Surat persetujuan tersebut digunakan oleh importir untuk mengeluarkan barang dari tempat penimbungan sementara (TPS).

Pemeriksaan Fisik dapat menggunakan alat pemindai Peti Kemas dalam hal pada Kantor Pabean tersedia pemindai Peti Kemas. Pemeriksaan Fisik barang dengan alat pemindai Peti Kemas dikecualikan terhadap beberapa barang salah satu contohnya yaitu barang peka cahaya.

Pemeriksaan fisik atas barang impor dilakukan dengan tingkat pemeriksaan yang ditentukan berdasarkan manajemen risiko. Tingkat Pemeriksaan Fisik yaitu 10% (sepuluh persen), untuk barang yang diimpor oleh importir dengan tingkat risiko rendah atau 30% (tiga puluh persen), untuk barang yang diimpor oleh importir dengan tingkat risiko menengah dan tinggi. Pejabat Pemeriksa Fisik dapat meningkatkan tingkat pemeriksaan menjadi pemeriksaan secara mendalam untuk mencapai tujuan Pemeriksaan Fisik. Tingkat Pemeriksaan Fisik ditentukan oleh Sistem Komputer Pelayanan (SKP). Apabila SKP mengalami kendala sehingga tingkat pemeriksaan belum dapat ditentukan oleh SKP, maka tingkat pemeriksaan Fisik ditentukan oleh Pejabat Pemeriksa Dokumen (PPD).

Pelaksanaan Pemeriksaan Fisik dilakukan dengan mendasarkan pada daftar kemasan (packing list) yang telah ditandasahkan oleh petugas penerima dokumen. Dalam hal daftar kemasan (packing list) tidak disampaikan, Pemeriksaan Fisik dilakukan dengan mendasarkan pada pemberitahuan pabean impor. Pejabat Pemeriksa Fisik dapat meningkatkan tingkat pemeriksaan menjadi pemeriksaan secara mendalam untuk mencapai tujuan Pemeriksaan Fisik.

Pemeriksaan secara mendalam dilakukan dalam hal seperti Pemeriksaan Fisik ditemukan jumlah dan/atau jenis barang tidak sesuai dengan dokumen yang digunakan sebagai dasar Pemeriksaan Fisik, hasil analisis tampilan pemindai Peti Kemas terdapat indikasi ketidaksesuaian jumlah dan jenis barang dengan dokumen yang digunakan sebagai dasar Pemeriksaan Fisik berdasarkan pada keahlian (professional judgement) Pejabat Bea dan Cukai yang menangani analisis pemindaian Peti Kemas, terdapat informasi intelijen, dan barang impor dalam bentuk curah.

Pejabat Pemeriksa Fisik dapat mengambil contoh barang atau meminta dokumen tentang spesifikasi produk yang diperiksa. Pengambilan contoh barang dilakukan dengan memperhatikan sifat dan kondisi, serta dicatat dalam berita acara Pemeriksaan Fisik barang impor yang ditandatangani bersama antara Pejabat Pemeriksa Fisik, Importir atau PPJK yang dikuasakannya, atau Pengusaha TPS dalam hal pemeriksaan disaksikan oleh Pengusaha TPS.

Mekanisme Pemeriksaan Fisik

Mekanisme pemeriksaan fisik barang impor sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-12/BC/2016 yaitu :

1. Sistem aplikasi yang digunakan oleh bea cukai dalam melaksanakan tugas pemeriksaan barang impor adalah Customs-Excise Information System and Automation (CEISA);

2. Pemeriksaan fisik dilakukan terhadap pemberitahuan impor barang (PIB) yang terkena Jalur merah;

3. Jalur merah ditandai dengan terbitnya respon surat pemberitahuan jalur merah (SPJM).

4. Pada SPJM tertera kemasan/kontainer yang akan diperiksa. Pemilihan kemasan atau kontainer dilakukan oleh sistem;

5. Importir menyerahkan dokumen pelengkap pabean serta menyiapkan barang untuk dilakukan pemeriksaan fisik;

6. Petugas pemeriksa fisik (PPF) melakukan perekaman kesiapan barang kemudian mendapatkan respon Intruksi pemeriksaan (IP) yang mencantumkan tingkat pemeriksaan;

7. PPF mencocokkan nomor, ukuran, jumlah dan jenis Peti Kemas dan segel dengan Dokumen Pelengkap Pabean dan/atau Pemberitahuan Pabean Impor;

8. Mengawasi pengeluaran (stripping) atas seluruh barang dari dalam Peti Kemas;

9. Menghitung jumlah kemasan dan mencocokkan jenis kemasan dari setiap Peti Kemas;

10. Meminta Importir/PPJK untuk Membuka kemasan sesuai Instruksi Pemeriksaan Fisik;

11. Mencocokkan jumlah dan jenis barang dengan daftar kemasan (packing list), Pemberitahuan Pabean Impor, dan/atau petunjuk ukuran lainnya;

12. Pejabat Pemeriksa Fisik membuat berita acara Pemeriksaan Fisik barang impor. Serta ditandatangani oleh Pejabat Pemeriksa Fisik dan Importir atau PPJK yang dikuasakannya;

13. Pejabat Pemeriksa Fisik menuangkan hasil Pemeriksaan Fisik dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP); dan

14. Dalam hal Kantor Pabean telah menerapkan penyampaian PIB melalui PDE Kepabeanan dan media penyimpan data, Pejabat Pemeriksa Fisik menuangkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) ke dalam SKP.

Kendala yang dapat terjadi saat Pemeriksaan Fisik Barang Impor

Saat Pemeriksaan Fisik Barang Impor terdapat beberapa kendala yang kerap terjadi ialah :

1. Kendala kesiapan barang dimana Importir tidak segera menyiapkan barang ketika mendapatkan SPJM

Ketika menerima SPJM, seringkali Importir yang tidak segera menyiapkan barang untuk dilakukan pemeriksaan fisik. Menurut Peraturan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai No: PER-1/BC/2023 tentang Penyampaian pemberitahuan kesiapan barang wajib dilaksanakan dengan ketentuan Kantor Pabean yang ditetapkan memberikan pelayanan kepabeanan selama 24 (dua puluh empat) jam sehari dan 7 (tujuh) hari seminggu, paling lambat pukul 12.00 pada hari berikutnya terhitung sejak penerbitan pemberitahuan Pemeriksaan Fisik Barang.

2. Kendala kesiapan dokumen pelengkap yang terlambat diserahkan oleh Importir/PPJK

Kendala berikutnya adalah importir yang tidak segera menyerahkan dokumen pelengkap Pemberitahuan Impor barang sejak diterbitkannya SPJM (Surat Pemberitahuan Jalur Merah).

3. Kendala Susunan barang yang tidak teratur.

Pada saat pemeriksaan fisik barang impor terdapat susunan barang yang tidak beraturan sehingga pejabat pemeriksa fisik mengalami kesulitan utuk melakukan pemeriksaan fisik barang.

4. PPJK yang mendampingi proses pemeriksaan tidak memahami barang yang di periksa.

Pada kendala ini masih terdapat pihak yang dikuasakan oleh importir yaitu PPJK saat mendampingi proses pemeriksaan fisik barang impor tidak memahami barang yang akan di periksa.

Bagaimana solusi atau saran yang bisa dilakukan?

Menurut Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-26/BC/2017 tentang Perubahan Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai nomor PER-12/BC/2016 tentang pemeriksaan fisik barang impor, diatur bahwa dalam hal pemberitahuan pemeriksaan fisik telah disampaikan, importir atau PPJK yang dikuasakannya wajib untuk menyiapkan barang untuk dilakukan pemeriksaan fisik di tempat pemeriksaan, harus dilaksanakan paling lambat pukul 12.00 pada hari berikutnya terhitung sejak penerbitan pemberitahuan pemeriksaan fisik, jika importir/PPJK tidak menyampaikan pemberitahuan kesiapan barang maka pejabat bea dan cukai memberitahukan kepada pengusaha TPS untuk menyiapkan barang dan menyaksikan pemeriksaan fisik.

Dalam jangka waktu 3 (tiga) hari kerja setelah tanggal SPJM Importir/PPJK tidak menyerahkan hard copy PIB dan dokumen  maka dapat dilakukan pemeriksaan jabatan oleh pejabat atas risiko dan biaya importir jika atas permintaan importir/PPJK, jangka waktu dapat diperpanjang paling lama 2 (dua) hari kerja apabila yang bersangkutan dapat memberikan alasan tentang penyebab tidak bisa dilakukannya pemeriksaan fisik.

Untuk susunan barang yang tidak beraturan diminta kepada importir atau kuasanya agar dapat menyiapkan peralatan atau TKBM (Tenaga Kerja Bongkar Muat) untuk membantu kelancara pemeriksaan. Atas kegiatan importasi selanjutnya diminta kepada importir agar berkomunikasi dengan pihak eksportir untuk menata barang secara teratur.

PPJK atau kuasanya yang melakukan pedampinga pemeriksaan fisik diharapkan memahami terlebih dahulu spesifikasi barang yang akan diperiksa tersebut atau dapat berkoordinasi dengan pemilik barang atau importir yang memahami spesifikasi barang.

Kesimpulan

Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) merupakan salah satu instansi Vertikal di bawah naungan Kementerian Keuangan. Bea Cukai memiliki tugas dalam mengawasi ekspor dan impor barang, serta bertanggung jawab untuk mengontrol aktivitas perdagangan internasional. Dalam perdagangan internasional Bea Cukai memiliki fungsi yang sangat penting.

Kepabeanan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan pengawasan atas lalu lintas barang yang masuk atau keluar daerah pabean serta pemungutan bea masuk dan bea keluar. Menurut Undang-undang Kepabeanan dijelaskan juga bahwa terhadap barang impor dilakukan pemeriksaan pabean. Pemeriksaan pabean meliputi penelitian dokumen dan pemeriksaan fisik barang berdasarka manajemen resiko.

Para pihak yang terkait dengan proses pemeriksaan fisik barang impor agar segera mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan sehingga proses pemeriksaan fisik dapat dilakukan dengan cepat dan efektif. Dengan percepatan proses pemeriksaan fisik barang maka akan mempercepat juga proses customs clearance sehingga diharapkan dapat mengurangi dwelling time.

Artikel ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas luaran magang di KPPBC Makassar periode Agustus s.d Oktober 2023.

Referensi

  • Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan. Lembaran RI Tahun 2006, No. 17.
  • Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 Tentang Perubahan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 1995 Tentang Cukai, Lembaran RI Tahun 1995, No. 11. Jakarta.
  • Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-12/BC/2016 tentang Pemeriksaan Fisik Barang Impor.
  • Peraturan Direktur Jenderal Bea Dan Cukai Nomor PER-26/BC/2017 tentang Pemeriksaan Fisik Barang Impor. Direktur Jenderal Bea Dan Cukai.
  • Peraturan Direktur Jenderal Bea Dan Cukai Nomor PER-1/BC/2023 tentang Petunjuk Pelaksaan Pemeriksaan Fisik Barang Impor. Direktur Jenderal Bea Dan Cukai.

Artikel Terkait: